
Banjarmasin, KALIMANTAN NEWS – Masalah Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) masih menjadi perhatian serius di Kalimantan Selatan (Kalsel).
Kepala Dinas Sosial Provinsi Kalsel, Muhammad Farhanie, melalui Kepala Bidang Rehabilitasi Sosial, Selamat Riadi, menyebut persoalan ODGJ mencakup peningkatan kasus, penelantaran, hingga masih ditemukannya praktik pemasungan.
Dalam dua tahun terakhir, jumlah kasus ODGJ di Kalsel mengalami kenaikan signifikan.
Faktor ekonomi, perubahan gaya hidup, hingga kebiasaan baru pasca-pandemi disebut menjadi pemicu utama.
Table of Contents
ToggleMeski praktik pemasungan mulai menurun, kasus tersebut masih terjadi di sejumlah wilayah.
“Banyak ODGJ yang terlantar karena kurangnya pemahaman keluarga dan masyarakat terkait penanganan. Minimnya pengetahuan ini seringkali berujung pada pengisolasian,” ujar Selamat, Senin (8/9/2025).
Menangani persoalan ini, Dinsos Kalsel bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Dinas Kesehatan, RSJ Sambang Lihum, Satpol PP dan Damkar, serta Tim Reaksi Cepat (TRC) kabupaten/kota.
Tim ini segera turun apabila ada laporan masyarakat tentang ODGJ yang mengalami perubahan emosional atau membahayakan lingkungan.
“Kewenangan Dinas Sosial lebih pada rehabilitasi sosial. Kami memiliki Panti Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas (PRSPD) Iskaya Banaran, yang melayani tuna rungu wicara, penyandang disabilitas mental, dan intelektual,” jelas Selamat.
Selamat menekankan, pasca perawatan di rumah sakit jiwa, ODGJ harus tetap mendapat dukungan keluarga dan masyarakat agar bisa kembali diterima dan berfungsi sosial.
“Obat jalan harus rutin dikonsumsi. Selain itu, dukungan moral dan motivasi juga sangat berpengaruh terhadap perkembangan psikologis eks ODGJ,” tambahnya.
Dalam kasus yang berkaitan dengan penyalahgunaan NAPZA, Dinsos Kalsel juga berkoordinasi dengan Yayasan YPR Kobra Banjarbaru untuk rehabilitasi.
Dasar hukum penanganan penyandang disabilitas mental diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
“Kami berharap ada sinergi lebih kuat antar pemangku kepentingan, lembaga sosial, dan masyarakat. Penanganan ODGJ bukan hanya soal medis, tetapi juga bagaimana menciptakan lingkungan inklusif, peduli, dan tanpa stigma,” pungkas Selamat.(MC/en/KN)