KALIMANTAN NEWS – Pernah merasa masa kecil berjalan lambat, tapi begitu dewasa hidup terasa ngebut?
Bagi orang gabut, waktu memang sesuatu yang melimpah dan berjalan dengan sangat lambat.
Tetapi bagi orang dengan mobilitas tinggi, waktu sangat berharga dan sangat sedikit dalam sehari.
Fenomena ini ternyata punya penjelasan menarik dari sisi psikologi dan kesehatan.
Table of Contents
ToggleMenurut penelitian Psikologi, perkembangan persepsi waktu berkaitan dengan usia.
Bayangkan begini, ketika seorang anak berusia 5 tahun, satu tahun sama dengan seperlima dari seluruh hidupnya.
Itu terasa lama sekali. Tapi ketika sudah berusia 50 tahun, satu tahun hanya seperlima puluh dari hidupnya terasa jauh lebih singkat.
Semakin tua usia seseorang, semakin kecil “porsi” satu tahun dibandingkan total hidup yang sudah dijalani.
Masa kecil penuh dengan pengalaman pertama: masuk sekolah, belajar naik sepeda, hingga liburan ke tempat baru.
Otak bekerja keras menyimpan semua memori itu, sehingga waktu terasa panjang.
Sebaliknya, orang dewasa lebih banyak menghabiskan hari dalam rutinitas.
Rutinitas membuat otak merasa “hari-hari sama saja”, sehingga waktu terasa cepat berlalu.
Psikologi kognitif menjelaskan bahwa perhatian memengaruhi waktu.
Anak-anak cenderung fokus pada detail kecil dan hidup di momen sekarang, sementara orang dewasa multitasking dan sibuk dengan target, sehingga tidak sadar waktu cepat lewat.
Menurut Harvard Health Publishing, fokus dan perhatian juga memengaruhi persepsi waktu.
Anak-anak cenderung hadir di momen sekarang, sementara orang dewasa sibuk multitasking dan memikirkan target, sehingga tidak sadar waktu berjalan.
Faktor kesehatan ikut berperan. Tidur cukup dan energi besar membuat masa kecil terasa penuh.
Sebaliknya, kurang tidur dan kelelahan di usia dewasa memperkuat kesan waktu berlari cepat.
Meski waktu berjalan sama, ada cara untuk membuat hidup terasa lebih berisi:
Misalnya ikut kelas memasak di akhir pekan, belajar bahasa asing, atau sekadar mencoba transportasi umum yang belum pernah digunakan.
Pengalaman baru membuat otak punya lebih banyak memori segar.
Saat makan, coba benar-benar rasakan tekstur dan aroma makanan tanpa sambil main ponsel.
Atau saat berjalan, perhatikan suara burung, angin, dan detail sekitar. Ini membantu otak “memperbesar” momen.
Menulis jurnal singkat sebelum tidur atau memotret hal-hal kecil (seperti langit sore atau kopi pagi) akan membuat hari terasa lebih bermakna.
Kalau biasanya lewat jalan besar saat pulang kerja, coba jalur kecil yang berbeda.
Atau ubah tata letak meja kerja supaya suasana lebih segar. Perubahan kecil bisa membuat hari tidak terasa monoton.
Misalnya dengan membiasakan tidur sebelum pukul 11 malam dan menjauhkan gadget 30 menit sebelum tidur. Tubuh yang segar membuat hari terasa lebih panjang dan produktif.
Luangkan 10 menit untuk peregangan, lakukan meditasi singkat dengan aplikasi, atau sekadar minum teh hangat tanpa distraksi.
Relaksasi kecil bisa membantu kita lebih menikmati momen.
Jadi, rahasianya bukan menambah waktu, tapi mengisi waktu dengan pengalaman bermakna.
Semakin kita berani keluar dari rutinitas, semakin panjang hidup akan terasa.(*/KN)
Editor: Ipik G