Jakarta, KALIMANTAN NEWS– Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang menjadi penopang utama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Kalimantan Selatan (Kalsel) kini menghadapi tantangan besar.
Permasalahan utama terkait keterbatasan penyertaan modal dan regulasi yang dinilai belum sepenuhnya berpihak kepada masyarakat kecil.
Ketua Komisi II DPRD Provinsi Kalsel, Muhammad Yani Helmi, menegaskan bahwa BPR bukan sekadar lembaga keuangan biasa, melainkan tumpuan harapan masyarakat kecil dalam memperoleh akses permodalan.
“Kami ingin memastikan keberadaan BPR tetap kuat, karena di sanalah harapan masyarakat kecil untuk mendapatkan akses modal yang lebih mudah,” ujar politisi yang akrab disapa Paman Yani, Selasa (9/9/2025).
Table of Contents
ToggleSebagai bentuk keseriusan, Komisi II DPRD Kalsel melakukan konsultasi ke Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri.
Rombongan diterima langsung oleh Kasubdit BUMD, Bambang Ardianto, yang menyambut positif inisiatif tersebut.
Konsultasi difokuskan pada perubahan Perda Nomor 14 Tahun 2017 tentang Bentuk Hukum BPR serta polemik merger yang masih menjadi kendala di daerah.
Paman Yani menjelaskan, sesuai aturan sebelumnya jumlah BPR di Kalsel seharusnya mencapai 22 unit.
Namun, setelah kebijakan merger dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), kini hanya tersisa 8 unit.
Kondisi ini ironis, mengingat kebutuhan masyarakat terhadap akses pembiayaan BPR justru semakin meningkat.
“BPR kita ini tumbuh di masyarakat, tapi butuh tambahan penyertaan modal. Sayangnya kabupaten dan kota tidak bisa memberikan modal sebelum perda direvisi,” jelasnya.
Dalam Perda 2017, penyertaan modal BPR diatur dengan komposisi:
1. 21% dari Pemerintah Provinsi
2. 51% dari kabupaten/kota
3. Sisanya dari pihak lain
Menurut Paman Yani, skema tersebut sudah tidak relevan dan perlu direvisi agar lebih fleksibel serta sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
Meski begitu, ia menekankan bahwa perubahan perda tidak bisa dilakukan terburu-buru.
Harus ada tahapan penyelesaian bersama eksekutif dan pemerintah kabupaten terkait kondisi delapan BPR yang tersisa, sebelum kemudian dibahas di DPRD.
“Kalau sudah selesai di tingkat eksekutif bersama pemerintah kabupaten, barulah nanti naik ke DPRD. Saat itu kami akan membahas apakah sudah waktunya perda 2017 ini direvisi,” tegasnya.
Kasubdit BUMD Kemendagri, Bambang Ardianto, mengapresiasi langkah konsultasi yang dilakukan DPRD Kalsel.
Menurutnya, inisiatif ini menunjukkan keseriusan dewan dalam memperkuat peran BPR sebagai lembaga keuangan rakyat yang mendukung pertumbuhan UMKM di daerah.(en/KN)