KALIMANTAN NEWS – Mudah tersulut emosi sering dianggap hal wajar, bahkan tak jarang dilekatkan pada sifat bawaan seseorang.
Namun, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa perilaku gampang marah tidak selalu berkaitan dengan karakter, melainkan bisa menjadi tanda adanya luka emosional yang belum pulih.
Dalam kajian psikologi yang dimuat di Journal of Affective Disorders, kemarahan berlebihan dipandang sebagai mekanisme pertahanan diri.
Individu dengan pengalaman trauma, tekanan batin, atau masa lalu penuh penolakan cenderung lebih reaktif terhadap situasi kecil yang memicu rasa tidak aman.
Penelitian lain dalam Frontiers in Psychology menegaskan bahwa emosi marah sering muncul menutupi rasa sakit emosional yang lebih dalam, seperti kecemasan atau kesedihan.
Artinya, kemarahan bukan hanya reaksi spontan, melainkan bisa jadi refleksi luka batin yang belum selesai.
Survei internasional bahkan mencatat lebih dari 40% orang dewasa mengalami kesulitan mengendalikan emosi akibat masalah psikologis yang belum tertangani.
Angka ini menggambarkan betapa erat kaitannya antara kesehatan emosional dengan cara seseorang mengekspresikan amarah.
Mudah marah ternyata bukan sekadar soal watak. Ia bisa menjadi sinyal tubuh dan pikiran bahwa ada luka emosional yang sedang menunggu untuk dipulihkan.(*/KN)