Penelitian oleh Baumeister & Vohs (2007) dalam Annual Review of Psychology menjelaskan bahwa manusia cenderung memilih perilaku yang membutuhkan energi mental paling sedikit, sehingga pilihan instan lebih menarik.
Kalau sering diulang, otak membuat jalur kebiasaan (habit loop) ada pemicu, kita melakukan, dapat reward.
Misalnya saat stres (pemicu) lalu kita merokok (aksi) setelahnya kita akan lebih lega (reward).
Siklus ini makin lama makin otomatis, sampai terasa nagih.
Table of Contents
ToggleDuhigg (2012) dalam bukunya The Power of Habit yang juga sering dikutip di berbagai jurnal menyebutkan bahwa kebiasaan terbentuk lewat pola ini
Sehingga otak menyimpannya agar menghemat energi dalam pengambilan keputusan sehari-hari.
Banyak orang melakukan hal negatif untuk lari dari masalah atau emosi.
Begadang nonton drakor supaya nggak mikirin kerjaan, makan manis-manis biar mood naik, atau minum alkohol biar lebih berani.
Walaupun hanya solusi sementara, otak tetap merekamnya sebagai cara cepat untuk mengatasi perasaan.
Menurut Lazarus & Folkman (1984) dalam teori stress and coping, perilaku semacam ini disebut emotion-focused coping—yakni cara mengatasi emosi sesaat, bukan masalah utamanya.
Lingkungan juga bikin nagih. Kalau teman nongkrong semua ngerokok, rasanya wajar untuk ikut.
Kalau keluarga sering ngemil, kita pun gampang terbawa.